Rabu, 02 Juli 2014

Kewirausahaan sosial : Solusi Kemiskinan di Indonesia ?



Opini :
 
Kewirausahaan Sosial: Solusi Kemiskinan di Indonesia

Kondisi perekonomian nasional dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan  yang berarti. Bahkan, di tengah laju perlambatan ekonomi ekonomi dunia, dan disaat negara lain mengalami resesi ekonomi akibat krisis ekonomi global yang diawali di Amerika Serikat dan menjalar ke Eropa, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam kurun waktu 4 tahun terakhir terus berada di angka 6 % per tahun.
Pertumbuhan ekonomi yang besar tersebut, tidak lepas dari daya beli konsumsi dalam negeri yang besar dan jumlah masyarakat berpenghasilan menengah yang semakin meningkat. Melalui pendapatan masyarakat yang besar tersebut, tentunya menjadi potensi tersendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya, maupun masyarakat umum yang mulai banyak yang melirik peluang berusaha.
Saat ini, gaung untuk menjadi pengusaha telah menjadi tren di masyarakat. Enterpreneurship atau kewirausahaan menjadi istilah yang seringkali didengar di kebanyakan masyarakat Indonesia saat ini. Dampak positif dari menjamurnya enterpreneurship adalah terciptanya lapangan kerja baru, meningkatnya pendapatan masyarakat, dan meningkatnya daya saing. Berbagai usaha dan bisnis baru bermunculan bak cendawan di musim hujan.
Namun demikian, persaingan bisnis yang begitu ketat, membuat sebagian pengusaha mengabaikan nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. Pasalnya, angka pengangguran dan kemiskinan masih terbilang tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat. Jumlah pengangguran pada tahun 2012 mencapai 7,6 juta orang, dan Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,13 juta orang (11,96 persen).
Melihat tren yang ada, tercipta penurunan jumlah pengangguran dan jumlah penduduk miskin setiap tahunnya. Namun demikian, penurunan yang terjadi berjalan lambat. Salah satu penyebabnya adalah geliat kewirausahaan yang kurang memiliki kebermanfaatan dan nilai sosial bagi masyarakat banyak. Kewirausahaan yang berjalan selama ini hanya mampu menciptakan lapangan kerja dan menciptakan hubungan dua arah (pengusaha dan pekerja). Masyarakat hanya sekedar menjadi objek menjadi pelanggan atau konsumen.
Kewirausahaan Sosial Sebagai Sosial
Kewirausahaan sosial dinilai sebagai solusi dalam upaya mempercepat penurunan angka pengangguran dan kemiskinan. Hal ini tak lain karena kewirausahaan sosial menawarkan kelebihan manfaat dari sekedar menciptakan lapangan kerja. Kewirausahaan sosial memiliki kebermanfaatan yang luas karena wirausahawan bukan hanya berhadapan kepada karyawan yang menjadi mitra kerja tetapi juga masyarakat luas.
Kewirausahaan Sosial atau Social Enterpreneurship merupakan sebuah istilah turunan dari kewirausahaan. Orang yang bergerak di bidang kewirausahaan sosial disebut Social Entrepreneur. Santosa (2007) mendefinisikan Social enterpreneur sebagai seseorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan kewirausahaan untuk melakukan perubahan sosial (social change), terutama meliputi bidang kesejahteraan (welfare), pendidikan dan kesehatan (education and health care).
Kewirausahaan sosial menitikberatkan usahanya sejak awal dengan melibatkan masyarakat dengan memberdayakan masyarakat kurang mampu secara finansial maupun keterampilan untuk secara bersama-sama menggerakkan usahanya agar menghasilkan keuntungan, dan kemudian hasil usaha atau keuntungannya dikembalikan kembali ke masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya. Melalui metode tersebut, kewirausahaan sosial bukan hanya mampu menciptakan banyak lapangan kerja, tetapi juga menciptakan multiplier effect untuk menggerakkan roda perekonomian, dan menciptakan kesejahteraan sosial.
Geliat Kewirausahaan Sosial
Seorang social enterpreneur adalah seseorang yang cakap dalam melihat tantangan sebagai peluang, melihat sampah menjadi uang, dan melihat masyarakat sebagai subjek bukan objek dari usahanya. Masyarakat berperan sebagai mitra strategis usahanya, bukan sekedar sebagai pelanggan atau konsumen. Pola yang terjadi dalam kewirausahaan sosial adalah antara pengusaha – pekerja – masyarakat. Ketiganya bersinergi dalam membentuk simbiosis mutualisme. Dampaknya adalah kesejahteraan, keadilan sosial dan pemerataan pendapatan.
Meski terbilang baru, namun geliat kewirausahaan sosial kini sudah menjadi tren baru di kehidupan masyarakat global, tak terkecuali di Indonesia. Penyebab kepopulerannya tak lain adalah keberhasilan tokoh kewirausahaan sosial Muhammad Yunus menjadi pemenang nobel perdamaian pada tahun 2006. Kepiawaiannya dalam mengelola Grameen Bank dan memberdayakan masyarakat miskin di Bangladesh telah membuka jutaan mata masyarakat global akan arti penting kewirausahaan sosial. Muhammad Yunus dinilai mampu memberdayakan masyarakat miskin melalui pinjaman tanpa jaminan. Yang dikembangkan Grameen bank adalah dengan memberdayakan masyarakat kurang mampu secara finansial. Dampaknya, ribuan tenaga kerja mampu terserap, dan jutaan lainnya merasakan dampak tidak langsung sehingga terjadi multiplier effect ekonomi dengan tumbuhnya Usaha Kecil Menengah Baru (UKM).
Di Indonesia, kewirausahaan sosial dimotori oleh Bambang Ismawan, pendiri Yayasan Bina Swadaya. Bambang Ismawan mendirikan sebuah yayasan yang semula bernama Yayasan Sosial Tani Membangun bersama I Sayogo dan Ir Suradiman tahun 1967. Upaya yang dilakukannya melalui pemberdayaan masyarakat miskin melalui kegiatan micro finance (keuangan mikro) dan micro enterprise (usaha mikro) dengan mengutamakan pendidikan anggota, memupuk kemampuan diri dan sosial. Kiprah Yayasan Bina Swadaya yang sudah berdiri lebih dari 40 tahun tidak diragukan lagi.
Selain Yayasan Bina Swadaya, ada banyak organisasi atau perseorangan yang memiliki concern di bidang kewirausahaan sosial seperti; Erie Sudewo, dkk (Dompet Dhuafa), Tri Mumpuni, dkk (IBEKA),  Rhenald Kasali, dkk (Rumah Perubahan), Septi Peni Wulandani, dkk (Sinergi Kreatif), dan Yovita, dkk (Nalacity Foundation). Kesemuanya memiliki concern di bidang kewirausahaan sosial masing-masing dengan memberdayakan masyarakat melalui optimalisasi potensi lokal masyarakat yang diberdayakan.
Sebagai contoh Nalacity Foundation yang merupakan organisasi kewirausahaan sosial yang didirikan sebagai bentuk kepedulian kepada kaum marjinal ibu-ibu mantan penderita kusta di Sitanala, Tangerang. Nalacity memberdayakan masyarakat yang termarjinalkan tersebut untuk bisa menghasilkan kerajinan tangan berupa jilbab. Produknya akan dijual di Jakarta, dan keuntungan yang diperoleh akan digunakan kembali untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di Sitanala. Multiplier effect pun terjadi, ibu-ibu yang menjadi penerima manfaat program dari Nalacity ini meningkat pendapatannya. Merekapun bisa menghidupi keluarganya. Bahkan, kini mereka dapat menabung untuk memiliki usaha lainnya seperti; pertanian, peternakan, dan bisnis lainnya.
Chief Executive Officer (CEO) Nalacity Foundation Yovita Salysa Aulia mengatakan, jika menjadi pengusaha itu idaman banyak orang, akan lebih bijaksana jika usaha yang ditekuni dapat berdampak luas manfaatnya untuk masyarakat. Disitulah letak terpenting manfaat dari kewirausahaan sosial, karena kewirausahaan sosial bukan hanya sekedar mempekerjakan, tetapi memberdayakan.
Mengingat pentingnya kewirausahaan sosial, diharapkan dapat ditingkatkan kembali secara kuantitas maupun kualitas pengembangannya. Seiring makin bertambahnya perseorangan yang menjadi social enterpreneur, diharapkan kiprah kewirausahaan sosial dalam menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan, menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial dapat meningkat. 

Sumber :
http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2013/09/02/kewirausahaan-sosial-solusi-kemiskinan-di-indonesia--586150.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar